Ketua Yayasan Teker Harapan Papua, Hesti Kere didampingi Kepala Satuan Pelayan Pemenuhan Gizi (SPPG) Asei Besar Sentani Timur, Kadap, Chef Ismanto dan pengurus Yayasan Teker Harapan Papua ketika foto bersama piagam penghargaan.
SENTANI | Papuareels.id – Dari tepian Danau Sentani yang indah, lahir sebuah kebanggaan baru bagi masyarakat Papua. Dapur Gizi Asei Besar, yang digagas oleh Yayasan Teker Harapan Papua, dinobatkan sebagai dapur gizi terbaik di Tanah Papua oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Penghargaan bergengsi ini diserahkan langsung oleh Letjen (Purn) Dadang Henrayuda, Deputi Pengawasan dan Pengendalian BGN, setelah melakukan penilaian di empat provinsi: Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
“Dapur di Sentani Timur ini lengkap, tertib, dan memenuhi juknis BGN. Tapi yang paling kami apresiasi adalah pemberdayaan masyarakat lokalnya,” ujar Dadang.
Dari Kampung untuk Indonesia
Yang membuat penghargaan ini istimewa, dapur tersebut berdiri bukan di pusat kota, melainkan di kampung Asei Besar, wilayah yang kerap dianggap jauh dari fasilitas layak. Namun, di tangan para perempuan kampung atau mama-mama Papua dapur ini justru menjelma menjadi contoh nyata bahwa mutu nasional bisa lahir dari akar lokal.
Ketua Yayasan Teker Harapan Papua, Hesti Kere, mengatakan bahwa dapur ini dibangun dengan tekad sederhana: menghadirkan fasilitas yang memenuhi standar nasional, meski berada di kampung.
“Kami ingin buktikan bahwa kampung juga bisa punya fasilitas yang bagus, bahkan jadi contoh. Semua kami kerjakan dengan semangat, sampai akhirnya BGN menilai dapur kami sebagai yang terbaik di Tanah Papua,” tutur Hesti penuh rasa syukur.
Mama-Mama Papua di Balik Keberhasilan
Setiap penghargaan tentu lahir dari kerja keras. Di dapur Asei Besar, semangat itu terlihat sejak dini hari. Saat kabut masih menyelimuti Danau Sentani, mama-mama dari Kampung Hobong dan Putali sudah menyeberang dengan perahu kecil menuju dapur.
“Setengah tiga kami sudah harus di dapur, mulai nompreng-nompreng piring dan bahan masakan. Sudah biasa,” kata salah satu mama sambil tersenyum lelah namun bangga.
Hampir seluruh tenaga kerja di dapur ini adalah orang asli Papua. Mereka tidak sekadar memasak, tapi menjadi bagian dari gerakan sosial yang mengubah cara pandang terhadap kerja dan kemandirian perempuan kampung.
Standar Nasional, Sentuhan Lokal
Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Asei Besar Sentani Timur, Kadap, menjelaskan bahwa dapur ini tidak hanya fokus pada produksi makanan bergizi, tapi juga pada pembelajaran dan pemberdayaan.
“Relawan kita semua mama-mama kampung. Kami dampingi dengan tenaga profesional, termasuk chef bersertifikat. Jadi ini bukan sekadar dapur, tapi tempat belajar dan bertumbuh,” ujarnya.
Untuk memastikan mutu, dapur ini didampingi langsung oleh Chef Ismanto, juru masak profesional bersertifikat HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
“Ibu-ibu di sini cepat belajar. Mereka sudah menerapkan proses sterilisasi dan kebersihan sesuai standar nasional,” jelas Ismanto.
Manfaat Ekonomi dan Inspirasi Nasional
Selain menjamin asupan gizi anak-anak dan keluarga di sekitar Danau Sentani, dapur ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi para mama mama papua dan masyarakat. Petani lokal memasok sayuran, nelayan menyuplai ikan, dan tukang perahu mendapat penghasilan tambahan dari aktivitas pengantaran bahan makanan.
Kini, Dapur Gizi Asei Besar Sentani Timur menjadi rujukan bagi dapur-dapur gizi lain di Papua dalam menerapkan sistem pengelolaan dan pemberdayaan masyarakatnya.
Namun bagi Hesti dan timnya, penghargaan ini hanyalah bonus.
“Yang utama adalah manfaatnya. Selama dapur ini bisa bantu mama-mama punya penghasilan dan anak-anak bisa makan bergizi, itu sudah penghargaan terbesar bagi kami. Kami sangat bersyukur sekali” ujarnya.
Dari Danau Sentani, Untuk Harapan Papua
Saat matahari naik di atas Danau Sentani, mama-mama yang sejak dini hari bekerja kini tersenyum puas. Di meja, ratusan porsi makanan bergizi tersusun rapi simbol dari cinta, kerja keras, dan harapan baru yang tumbuh dari kampung.
Dan di balik senyum mereka, tersimpan pesan sederhana namun kuat bahwa Penghargaan bukan hanya soal piagam, tapi tentang bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari tangan kecil di tepi danau.